Senin, 21 Juli 2014

Hobby Hamil & Dihamili ?

Masyarakat Indonesia Gemar Hamil dan Menghamili

Rabu, 29 Januari 2014
Liputan6.com, Jakarta : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan bahwa angka kematian ibu (AKI) melonjak drastis sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sebelumnya, AKI dapat ditekan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.00 kelahiran hidup. Lantas, apakah ada cara untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan?
"Kalau mau mencegah angka kematian ibu, ya jangan hamil. Sebab, kematian ibu sangat bisa terjadi pada semua ibu hamil," kata DR. Dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) dari Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) RSCM dalam acara `Nutri Talk: Membangun Landasan Bagi Kesehatan Masa Depan` di Kembang Goela, Sudirman, Jakarta, Selasa (28/1/2014)
Dua tahun lalu, kata Dr. Dwiana, 60 persen dari masyarakat negara tetangga, Singapura secara terang-terangan mengatakan tidak ingin memiliki anak sesudah menikah. Pasalnya, banyak hal yang harus dipikirkan matang-matang sebelum pasangan itu memutuskan untuk memiliki anak.
"Makanya, angka kematian ibu di sana tidak setinggi di sini. Kalau saya jadi menteri kesehatan di sana, mungkin saya akan tidur-tidur saja. Tapi di sini, hal itu tak mungkin terjadi. Masyarakat Indonesia gemar hamil dan menghamili," kata Dwiana sambil berkelakar.
Apa yang diucapkan wanita berjilbab ini bukan tanpa alasan, dan itu memang terlihat jelas sekali perbedaan antara wanita Indonesia dan Singapura untuk memiliki seorang anak. Di sana, wanitanya berpikir panjang ke depan ketika memutuskan untuk memiliki anak. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada wanita di Indonesia, punya anak saja dulu pikirnya belakangan.
"Wanita di sana itu berpikir panjang. Kalau punya anak, mereka harus berhenti kerja. kalau mereka punya anak, mereka harus menyiapkan asuransi, menyiapkan apartemen, dan menyiapkan hal lainnya. Sedangkan wanita di Indonesia, punya anak dulu pikirnya belakangan," kata Dwiana menambahkan.
Beberapa waktu lalu, lanjut Dwiana, ada pasien muda berusia 16 tahun yang baru menikah 1 bulan tapi sudah mengalami preeklampsi dan dinyatakan usia kandungan sudah 8 bulan. Akhirnya, tak ingin pasien itu mengalami hal-hal yang tak diinginkan, maka dilakukanlah persalinan secara caesar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM)
Selain itu, berdasarkan data SDKI 2012, 87 persen terjadi kehamilan pada wanita usia di bawah 19 tahun, dan sebanyak 5 persen mengalami kehamilan di bawah usia 14 tahun.
Lebih lanjut Dwiana mengatakan, untuk mengurangi angka kematian ibu harus ada kerjasama dengan pihak terkait. Namun sayang, di sini, sangat susah untuk mewujudkan hal seperti itu.
"Di sini giliran ada yang perdarahan, susah di bawah ke rumah sakit karena susah manggil ambulans-nya. Rumah sakitnya banyak, tapi ambulansnya sedikit. Menghubungi 911 pun sangat susah. Jadi harus bagaimana?," kata Dwiana menjelaskan.
Maka itu, bisa dikatakan saat ini Indonesia bukanlah negara makmur. Berdasarkan MDGs, makmur tidaknya suatu negara dilihat dari angka kematian ibu.

Sumber : http://jateng.bkkbn.go.id

Bahaya Perniakahan Dini !!!

Pernikahan Dini, Penyebab Utama Banyak Ibu Meninggal

Kamis, 27 Maret 2014
Liputan6.com, Jakarta Banyak perempuan Indonesia yang menikah di usia sangat muda, kurang dari 19 tahun. Jumlahnya lumayan besar, sekitar 45 persen dari seluruh populasi penduduk Indonesia. Inilah penyebab mengapa angka kematian ibu (AKI) masih tinggi.

"Salah satu MGD's yang masih sulit untuk dicapai pada tahun 2015 adalah AKI ini. Salah satu penyebabnya, usia nikah perempuan di Indonesia masih terlalu muda, 19 tahun," kata Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSC, PhD dalam Rapat Koodinasi Nasional (Rakornas) Kemitraan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Tahun 2014, Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (25/3/2014)

Ketika menikah di usia muda dan hamil, perempuan itu masih belum bisa mengambil keputusan sendiri. Harus menunggu keputusan keluarga, terlebih bila perempuan itu tipikal orang penurut dengan mertua.

Sesudah itu, ketika keputusan sudah didapat, untuk mencapai rumah sakit haruslah menggunakan transportasi. Kalau perempuan itu mendapatkan suami yang memiliki mobil dan supir pribadi, maka segala sesuatu akan mudah. Bagaimana buat perempuan yang tidak mendapatkan itu? Jika semua kendala tersebut dapat diatasi, lanjut Ali Ghufron, belum tentu semua akan lancar-lancar saja begitu tiba di rumah sakit.

"Kalau dia mengalami pendarahan, ketersediaan darah di rumah sakit belum tentu ada. Terkadang, darah ada, dokternya yang tidak ada. Atau, semuanya ada, tapi masih dipersulit dengan urusan administrasi," kata dia menambahkan.

Melihat risiko seperti ini, menjadikan masalah ini cukup serius dan perlu penanganan khusus. Untuk itu, Ali Ghufron menyarankan agar berpikir ulang untuk menikah atau menikahi anak gadisnya terlalu muda. "Orangtua juga harus melihat kematangan dari anak tersebut. Kalau kira-kira belum, ada baiknya jangan," kata Ali Ghufron menekankan.

Menurut Ali Ghufron, AKI dari tahun 2000-an sudah mengalami penurun. Disebutkan dia, pada tahun 1999 sampai 2000, AKI mencapai 421 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007, jumlah AKI mengalami penurunan sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.

"Target MDG's di tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Tapi, di tahun 2012 akhir, AKI ini melonjak kembali, menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup," kata dia menerangkan.

Meski begitu, ada beberapa target MDG's yang sudah tercapai. Seperti permasalahan gizi dan penyakit menular, Tuberkulosis (TB). Selain itu, angka kematian bayi diharapkan menghasilkan sesuatu yang membanggakan.

(Melly Febrida) 

Sumber : http://jateng.bkkbn.go.id